Google Menyatakan Perang dengan Konten HOAX


Aplikasi Google News baru tersedia pada minggu keempat bulan Mei 2018 di 127 negara. Aplikasi tersebut dilengkapi dengan teknologi kecerdasan buatan. Artificial Intelligence tersebut disematkan oleh Google pada aplikasi beritanya karena Google tidak ingin banyak konten HOAX berseliweran. Google menyatakan perang dengan HOAX.

Sebuah studi yang dilakukan oleh MIT baru-baru ini menunjukkan bahwa berita palsu 70% lebih mungkin untuk diunggah pada aplikasi Twitter. Dalam survei EdelmanTrust Barometer baru-baru ini, 59% orang mengatakan mereka tidak yakin apakah cerita yang diberikan adalah benar atau tidak. “Akses informasi yang dapat diandalkan dan berkualitas harus menjadi hak siapa pun dan di mana pun mereka berada,” kata Alison Gow, kepala editor digital di Trinity Mirror.

Google News

“Seseorang yang berniat jahat akan mempublikasikan konten pada forum dan media sosial dengan maksud untuk menyesatkan dan menarik perhatian orang-orang ketika orang-orang tersebut sedang terburu-buru mencari informasi tepercaya secara online,” tulis Richard Gringas, VP dari News Google, pada posting blog perusahaan baru-baru ini. Ia menambahkan “Untuk mengurangi visibilitas dari konten tersebut selama masa krisis atau peristiwa bernilai berita, kami telah meningkatkan sistem kami agar lebih menekankan hasil pada faktor-faktor seperti  kesegaran berita atau relevansi.” Mesin kecerdasan buatan milik Google akan mencoba untuk membuat suatu alur cerita dari semua berita yang terjadi di dunia.

Google News memberikan serangkaian solusi yang terus berkembang bagi pemberitaan, termasuk pencarian, penerjemahan, dan alat pentranskripsi. Gringas menuliskan bahwa tujuan utama dari solusi tersebut adalah untuk menciptakan model jurnalisme yang berkelanjutan, meningkatkan kualitas jurnalisme, dan memastikan bahwa teknologi mampu membuat wartawan menjadi lebih baik dalam melakukan pekerjaannya.

Jika potensi kemampuan aplikasi berita ini benar-benar terwujud maka harapannya adalah akan adanya peningkatan jumlah pembaca berita. Tahun lalu, bisnis Double Click milik Google mampu menyumbang $ 12 miliar AS bagi para penerbit, menurut Schindler.

“Hukum ekonomi sangat jelas, jika kalian tidak tumbuh maka kami pun tidak akan tumbuh,” ujar Schindler. “Tujuan dari aplikasi berita baru ini layak diperjuangkan. Terdapat suatu konflik antara menyajikan konten berkualitas dengan menghasilkan pemasukan dari konten yang bersifat clickbait. Saya penasaran, siapa yang akan menjadi pemenang utama dari bisnis  Double Click? Apakah publisher konten yang berwibawa atau mereka yang menyuguhkan konten hiburan yang bersifat sensasional?” imbuh Schindler.

Artikel Terkait: